◄ Vice Versa ►

Tuesday, November 29, 2016

Liberalisme Menghancurkan Ketahanan Keluarga

Ketajaman Ihsas


Ihsas artinya penginderaan.

Seorang negarawan muslim sejati dengan ketajaman ihsasnya akan mampu melihat kerusakan yang tengah terjadi di umat zaman ini merupakan kerusakan sistemik akibat hilangnya sistem politik Islam. Bukan kerusakan parsial. Sehingga tidak akan terjebak dalam upaya perubahan yang tambal sulam dan parsial, apalagi melalui jalan perubahan yang bertentangan dengan paradigma Islam.

~Dikutip dari buku Muslimah Negarawan karya Fika Monika Komara, hal. 35-36.

Ahmad 'Athiyat adalah penulis buku Jalan Baru Islam. Dikatakannya bahwa ada dua orang, satu terbiasa dengan kemuliaan, satu terbiasa dengan kehinaan.

Bila keduanya direndahkan, maka tingkat kemarahan atau penolakan keduanya tentu berbeda.

Orang satu akan melawan dan tidak terima, orang dua mungkin tidak akan bereaksi.

Bila dihubungkan dengan kasus yang sedang ramai, ini sangat pas sekali.

Jadi, whose side are you on? Angin topan, kah? Atau penyu yang berjalan lamban?

#BelaQuran

Al Maidah : 50


Kekeliruan kita adalah menerima demokrasi, kemudian berharap hukumnya adil kepada kita...

Padahal Allah SWT telah berfirman dalam Al Maidah ayat 50.

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ

Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin?

Pada ayat ke-50, Allah subhanahu wa ta’ala mengajukan pertanyaan retoris, ‘apakah hukum jahiliyah yang mereka inginkan, dan hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin?’.

Menurut al-Baidhawi, makna jahiliyah di sini adalah millah jahiliyah yaitu millah pengikut hawa nafsu. Ibn Katsir menyatakan bahwa ayat ini berisi pengingkaran Allah ta’ala atas orang-orang yang meninggalkan hukum Allah yang jelas, adil dan mencakup segala kebaikan dan pencegahan terhadap segala keburukan, dan kemudian mereka berpaling pada pemikiran, hawa nafsu dan tradisi yang tidak berasal dari syariah Allah. Dan perilaku seperti inilah yang dilakukan oleh orang-orang jahiliyah.

Jadi bisa kita simpulkan, hukum jahiliyah adalah hukum yang tidak mengikuti Syariah Allah, dan hanya mengikuti pemikiran dan hawa nafsu manusia belaka. Dan mengikuti hukum jahiliyah ini, seraya meninggalkan hukum Allah, merupakan perbuatan buruk, tercela dan diingkari secara tegas oleh Allah subhanahu wa ta’ala.

Tentang definisi jahiliyah, Hasan al-Bashri, sebagaimana dikutip oleh Ibn Katsir, menyatakan, ‘barangsiapa memutuskan perkara tidak dengan hukum Allah, berarti itu adalah hukum jahiliyah’. Menurut ash-Shabuni, jahiliyah bukanlah periode tertentu pada suatu masa, namun ia ada di masa lalu, sekarang dan akan datang.

Jika manusia berhukum dengan Syariah Allah, dan menerimanya dengan penuh kerelaan, maka mereka adalah orang-orang Islam. Sedangkan orang-orang yang berhukum dengan hukum buatan manusia, maka mereka adalah orang-orang jahiliyah dan keluar dari Syariah Allah.

***

Berdasarkan uraian di atas, dengan sangat tegas menunjukkan bahwa setiap hukum yang tidak berasal dari Syariah Allah berarti ia adalah hukum jahiliyah. Negara yang diatur oleh undang-undang buatan manusia, berdasarkan akal pikiran mereka, sebenarnya adalah negara yang diatur oleh hukum jahiliyah.

Mempertahankan negara yang menerapkan hukum jahiliyah seperti ini adalah kebodohan yang haram dan diingkari oleh Allah ta’ala, Tuhan semesta alam. Sebaliknya, memperjuangkan negara yang menerapkan hukum-hukum Allah, merupakan sebuah kewajiban, bahkan kewajiban yang teragung.

Tanpa negara yang menerapkan hukum-hukum Allah, maka sistem pemerintahan, ekonomi, pendidikan, sosial budaya, sanksi, politik dalam negeri dan politik luar negeri yang berdasarkan Islam tak bisa diterapkan. Bahkan tanpa negara yang menerapkan hukum-hukum Allah ini, aqidah umat terancam, ibadah terabaikan, dan kemuliaan Islam terhinakan.

Sekarang, pilihan ada di tangan kita, mempertahankan hukum jahiliyah atau memperjuangkan diterapkannya Syariah Allah, pilih mana?

[] *copas. Afwan lupa sumber, krn save di keepgoogle.

Cukup

Mencukupkan diri dengan sesuatu yang berada di tanganmu adalah lebih kusukai bagimu daripada usahamu memperoleh apa-apa yang ada di tangan orang lain.
(Ali bin Abi Thalib).

Jadi, bersyukurlah wahai sahabat atas apa yang tlah kita punya... Terkadang kita suka melalaikan sesuatu yang kita punya, dan mengharapkan sesuatu yang belum tentu kita dapat. Maha Suci Allah...

Tuesday, November 15, 2016

Kampanye Muslimah Peduli Negeri

Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (MHTI) akan menyelenggarakan Kampanye Muslimah Peduli Negeri dengan tema, “Negara Soko Guru Ketahanan Keluarga” pada tanggal 15 November 2016 hingga 17 Desember 2016. 

Kampanye ini bertujuan untuk menggugah kepedulian semua pihak akan buruknya kondisi keluarga Indonesia saat ini, merangkum instrument yang berpengaruh besar pada kondisi massal kerapuhan keluarga dan menakar seberapa efektif solusi yang ditawarkan berbagai pihak untuk mengatasi masalah ini. Kampanye ini juga akan menggambarkan bagaimana solusi Islam untuk mewujudkan ketahanan keluarga dengan prasyarat hadirnya peran negara secara hakiki.

Ringkasan Kampanye

Keluarga Indonesia dalam Kerapuhan dan Malapetaka! Ya, kerapuhan dan malapetaka tengah mengancam keluarga Indonesia. Kasus kekerasan dalam rumah tangga menggunung. Ketidakharmonisan rumah tangga sudah menjadi berita sehari-hari dan bahkan perceraian seringkali tak bisa dihindari. Tren perceraian yang terus meningkat beberapa tahun terakhir selayaknya mendapat perhatian serius semua kalangan. Tidak main-main, Indonesia menempati ranking teratas dengan jumlah perceraian tertinggi di dunia. Setidaknya 40 perceraian terjadi setiap jam nya. Dari data tersebut juga terungkap bahwa sejumlah 70,5 persen nya adalah gugat cerai (khulu’) dan angka cerai talak 29,5 persen Terus meningkatnya kasus perceraian tentu berdampak besar bagi masa depan bangsa ini.

Thursday, November 10, 2016

Medsos, Antara Dosa dan Pahala

Semenjak memasyarakatnya media sosial atau medsos, banyak orang mendadak menjadi penulis. Yah...minimal penulis status di beranda fesbuknya sendiri. Menulis menjadi aktivitas harian yang tak pernah lupa dilakukan. Bahkan saking rajinnya update status, segala hal pun dituliskan...

Tak pandang bulu, apakah itu bermanfaat bagi orang lain ataukah menimbulkan mudharat. Tanpa berpikir dua kali, apakah itu aib atau bukan. Prinsipnya: ini berandaku, aku bebas menulis apa saja di sini.

Inilah euforia penggunaan medsos yang menyebabkan kesalahkaprahan penggunaannya. Masih banyak yang belum menyadari bahwa di medsos kitapun terhubung dengan orang lain. Sebagaimana namanya... Medsos itu media untuk bersosialisasi, bukan ajang mengumbar keluh kesah diri layaknya diary.

Benarkah Allah Tak Perlu Dibela?

Oleh: KH Hafidz Abdurrahman

Ada yang mengatakan, “Allah tidak membutuhkan pembelaan kita. Karena Allah Maha segalanya.” Begitu juga ada yang mengatakan tentang tidak perlunya pembelaan terhadap al-Qur’an, kalam Allah yang dinista, “Sejak dulu al-Qur’an telah dihina dan dinista, tapi semua penghinaan dan penistaan itu tidak bisa meruntuhkan kemuliaannya.” Pertanyaannya, benarkah Allah tak perlu dibela?

Wednesday, November 09, 2016

Hermeneutika Merusak Al-Quran

| Oleh: Hj Irena Handono, Pakar Kristologi, Pendiri Irena Center.

Seorang Yahudi Jerman Paul Schmidt menulis sebuah buku dengan judul “Islam, The Power of Tomorrow” yang terbit pada 1936. Dalam buku tersebut ia mengatakan bahwa kehebatan Islam ada tiga, yakni “their faith”, “their wealth” dan “their vertility”.

Their Faith, ia menjelaskan bahwa keimanan umat Islam tergantung dari pada bukunya (Alquran). Their Wealth, ia mengatakan bahwa bumi yang didiami oleh Muslim sangatlah kaya, baik di atasnya maupun di bawahnya. Dan ia mengimbau agar tidak membiarkan Muslim mengolah sendiri kekayaan alamnya. Their Fertility, kesuburan umat Islam. Paul Schmidt mengatakan, “Hai Barat, suatu saat nanti di mana pun kalian menginjakkan kaki, kalian akan bertemu orang Islam.” Maka kemudian dibuatlah program kontrol kelahiran (Birth Control/Family Planning).


Islam dan Perubahan Sosial

Telaah Kritis Kekinian dan Refleksi Sirah Nabawi membangun Peradaban Islam[1]

Oleh: Husain Assa’di, SP. MSi[2]
Tidak ada yang tidak berubah kecuali perubahan, ungkapan ini bukan sekedar teori di alam ilmiah saja, tetapi mewujud secara apa adanya ditengah-tengah kita. Perubahan meniscayakan perubahan yang lainnya, dan perubahan sebagai sebuah proses, akan mengalami dinamikanya sendiri di tengah segala ‘variable’ yang berada dilingkaran sekitarnya. Menurut saya, setidaknya, ada tiga hal penting dalam pejelasan mengenai perubahan, pertama ada perubahan itu sendiri, proses perubahan dan terakhir adalah arah perubahan. Dari tiga titik inilah diskusi tentang Islam dan Perubahan Sosial akan saya mulai.