Aku tau kau bangga ketika bisa bersua dengan para pecandu isme-isme yang tertera di buku filsafat. Di mana kau merasa bisa tuk merampungkan torehan pemikiran di atas batu bercadas. Namun, berkacalah, bahwa sesungguhnya mereka tak mungkin mampu membaca apa yang kau tulis di kepalamu.
Cobalah sekali-kali kau berdiri di atas jembatan yang akan runtuh. Aku yakin kau takkan seberani sekarang, karena maut yang seolah-olah datang lebih cepat. Maka, keringat dingin yang mengucur membasahi tubuhmu takkan ku pedulikan, karena ku tak heran akan hal itu.
Satu hal yang pasti, aku menunggumu tuk menoleh ke belakang, di mana aku masih setia berdiri di belakang tuk menjemputmu pulang. Hingga kan kau dapati senyumku yang telah lama hilang, akan bersemi seiring dengan tolehan kepalamu.
Hingga kini, kau masih bertahan, tanpa gerak dan kedewasaan. Tanpa suara, gerakan, ataupun tolehan, walau peluhmu sudah membanjiri tempat kita berdiri.
Ayo, ku yakinkan sekali lagi, kembalilah... Sudah lama aku ingin memberikan senyum dan rentangan tangan. Sudah sekian tahun aku menunggu saat keajaiban itu datang. Namun, yang nyata, banjir peluhmu, kini bercampur dengan bening air mataku.
_pojok ruang cendana_
23 Mei 2010. 16:05 WIB
◄ Vice Versa ►
Sunday, May 23, 2010
Labels
Blog
(2)
catatan perjalanan
(14)
Curhat
(12)
demokrasi
(5)
Donald Trump
(1)
Download
(2)
Facebook
(1)
Filsafat
(1)
Hadist
(3)
hukum syara
(3)
ideologis
(7)
info bayi
(3)
Irena Handono
(1)
Islam
(37)
Kapitalisme
(4)
Kesehatan
(1)
Kuliah
(2)
Media
(3)
Muslim Music
(2)
Muslimah Negarawan
(1)
Muslimah Peduli Negeri
(1)
My Design
(1)
My Family
(2)
Nafsiyah
(1)
pendidikan
(1)
Privacy
(1)
Sejarah
(4)
Sosial
(1)
Teknokra
(1)
Tsaqofah
(4)
0 comments:
Post a Comment