◄ Vice Versa ►

Tuesday, November 15, 2016

Kampanye Muslimah Peduli Negeri

Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (MHTI) akan menyelenggarakan Kampanye Muslimah Peduli Negeri dengan tema, “Negara Soko Guru Ketahanan Keluarga” pada tanggal 15 November 2016 hingga 17 Desember 2016. 

Kampanye ini bertujuan untuk menggugah kepedulian semua pihak akan buruknya kondisi keluarga Indonesia saat ini, merangkum instrument yang berpengaruh besar pada kondisi massal kerapuhan keluarga dan menakar seberapa efektif solusi yang ditawarkan berbagai pihak untuk mengatasi masalah ini. Kampanye ini juga akan menggambarkan bagaimana solusi Islam untuk mewujudkan ketahanan keluarga dengan prasyarat hadirnya peran negara secara hakiki.

Ringkasan Kampanye

Keluarga Indonesia dalam Kerapuhan dan Malapetaka! Ya, kerapuhan dan malapetaka tengah mengancam keluarga Indonesia. Kasus kekerasan dalam rumah tangga menggunung. Ketidakharmonisan rumah tangga sudah menjadi berita sehari-hari dan bahkan perceraian seringkali tak bisa dihindari. Tren perceraian yang terus meningkat beberapa tahun terakhir selayaknya mendapat perhatian serius semua kalangan. Tidak main-main, Indonesia menempati ranking teratas dengan jumlah perceraian tertinggi di dunia. Setidaknya 40 perceraian terjadi setiap jam nya. Dari data tersebut juga terungkap bahwa sejumlah 70,5 persen nya adalah gugat cerai (khulu’) dan angka cerai talak 29,5 persen Terus meningkatnya kasus perceraian tentu berdampak besar bagi masa depan bangsa ini.

Anak-anak menjadi korban utama. Pola asuh dan proses pendidikan dalam keluarga jelas terganggu. Kualitas kehidupan anak-anak bangsa kian memburuk. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat 5 masalah aduan anak terkait perceraian di tahun 2016. (a) Korban hak asuh 86 kasus (b) pelarangan akses bertemu orang tua 193 kasus (c) penelantaran ekonomi 124 kasus (d) anak hilang dan (e) penculikan keluarga. Yang tak terbantahkan, kondisi rapuhnya keluarga sangat berpengaruh pada kualitas generasi. Faktor keluarga adalah faktor utama yang berkontribusi pada semakin banyaknya generasi yang terjerumus penyimpangan perilaku semisal narkoba, geng motor, LGBT dan pergaulan bebas.

Mewujudkan ketahanan keluarga sebagai salah satu pilar katahanan masyarakat dan bangsa tidak bisa dibebankan pada kualitas individu dalam memerankan diri di masing-masing keluarganya. Fungsi religi, edukasi, proteksi, ekonomi, sosialisasi, afeksi, reproduksi dan rekreasi mustahil diwujudkan oleh masing-masing keluarga tanpa peran besar negara. Negara diharapkan menyediakan seluruh perangkat dan prasarana agar setiap individu dan setiap keluarga mampu memerankan fungsi-fungsinya secara ideal, tanpa gangguan dan tidak tumpang tindih. 

Fungsi ekonomi misalnya, bisa terjalan bila negara menopangnya dengan memberikan pendidikan untuk menjelaskan siapa saja pihak yang bertanggung jawab memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Negara juga harus menyediakan program dan sarana pelatihan agar individu terampil bekerja, membuka lapangan kerja, memberi kemudahan permodalan dan pengembangan usaha . Negara bahkan dituntut menghapus semua praktik kecurangan di dunia usaha. Karenanya, mengatasi kerapuhan keluarga yang dipicu faktor kemiskinan tidak bisa dilakukan dengan mendorong lebih banyak kaum ibu untuk bekerja. Justeru kebijakan ini akan berlawanan dengan perwujudan fungsi keluarga yang lain yang melibatkan ibu.

Demikianlah betapa besar peran yang semestinya dihadirkan oleh negara dalam menyokong terwujudnya fungsi keluarga. Bila telah terbukti sulitnya mengatasi kerapuhan keluarga dengan mengandalkan kemampuan masing-masing keluarga, lalu apa saja yang semestinya diperankan negara secara utuh agar bisa menopang terwujudnya ketahanan keluarga. Inilah yang akan menjadi fokus perbincangan dalam Kampanye Muslimah Peduli Negeri ini. Untuk memerinci pembahasannya, kami membaginya dalam poin-poin berikut:

Fase I akan mendalami fenomena:
  1. Malapetaka hilangnya ketahanan keluarga dan pengaruhnya terhadap kehancuran generasi 
  2. Instrument-instrumen yang mempengaruhi terjadinya kerapuhan keluarga (tidak berjalannya fungsi-fungsi keluarga) dan 
  3. Kegagalan upaya - upaya individual untuk mengatasi masalah
Fase II memberikan kritik atas fungsi negara dalam menyokong ketahanan keluarga, dari aspek:
  1. Paradigma program-program negara terkait keluarga yang menempatkan setiap individu dalam keluarga sekedar sebagai Sumber Daya Ekonomi (SDE) 
  2. Menakar efektifitas program-program mengatasi kerapuhan keluarga melalui pemberlakuan kursus pranikah, Pemberdayaan Ekonomi Perempuan (PEP), UU PKDRT, UU Perlindungan Anak dsb 
  3. Tiadanya integrasi dan sinkronisasi antar program-program yang dicanangkan hingga lebih banyak memunculkan masalah baru (kontraproduktif) pada keluarga
Fase III menggagas peran ideal negara dalam mewujudkan ketahanan keluarga, dalam menghadirkan:
  1. Sistem pendidikan yang menghasikkan manusia seutuhnya (insan kamil) 
  2. Penataan media yang mewujudkan masyarakat cerdas dan peduli 
  3. Sistem ekonomi yang menyejahterakan 
  4. Sistem sosial budaya yang meninggikan peradaban 
  5. Sistem hukum yang memberikan rasa keadilan 
  6. Integrasi fungsi edukasi negara yang mencakup pendidikan formal, informal dan non formal
Dari kampanye ini MHTI hendak mewujudkan kesadaran bahwa terwujudnya ketahanan keluarga meniscayakan peran besar negara, bahkan mengharuskan negara menempatkan diri sebagai pilar utama dan paling besar (soko guru). Namun semua tidak bisa dilakukan oleh negara sebagaimana paradigma sistem demokrasi saat ini. Hanya negara berdasarkan Islam yakni khilafah Islamiyah lah yang bisa diharapkan mewujudkan peran idealnya. Karena itu solusi tuntas bagi persoalan massalnya kerapuhan keluarga adalah berjuang bersama menegakkan sistem khilafah yang akan secara nyata menghadirkan Negara sebagai Soko Guru Ketahanan Keluarga.

Juru Bicara Muslimah HTI
Iffah Ainur Rochmah


Sumber: 

0 comments: