◄ Vice Versa ►

Saturday, November 12, 2011

You're not the real boss

Beberapa waktu lalu, saya sempat bahas tentang bagaimana Facebook 'mengamati' segala 'timeline' kita. Ada beberapa teman yang memang terlihat Paranoid sehingga berkata, "HATI2! MARK ZUCKER NGELIATIN LO!" Bla bla bla. "FACEBOOK ALAT INTEL, dll"

Komentar saya, bisa saja media sosial jadi alat 'intel', hanya saja lebih kepada melihat situasi 'pergaulan' masyarakat, bukan intel dalam arti sebenarnya. Media Sosial bisa jadi alat pengawasan seseorang bagi seseorang yang lain. Misal, suami menginteli istri (kalo yang ini bisa dibilang kurang kepercayaan mungkin, ya), orangtua 'menginteli' anak-anaknya (yang mungkin kalau sekarang justru bisa jadi anak yang mengawasi kelakuan orangtua mereka bertindak di media sosial). Karena apa? Karena ketika seseorang sudah bergelut di media sosial, rasa showup dan membuka pribadi ke seluruh dunia itu bisa terjadi. Aib keluarga yang seharusnya ditutupi, bisa terbuka hanya dengan satu buah status.

Saking paranoidnya temen saya tadi, dia sampai gak berani pasang photo sendiri dan nama asli. Kalo saya pakai argumen ini, pasti gakkan kuat, haha, soalnya semenjak Facebook gak terima (lagi) nama asli saya (soalnya suka ganti2), Google+ gak mengakui juga, akhirnya semua socmed saya pakaikan nama pseudonim saja. :D Beberapa photo dipasang agar temen tau itu saya (untuk pajang diprofil siy sekali2, soalnya gak pedenya juga *ngeles* :p).

Akhirnya, saya hanya cengar cengir saja. Terakhir, saya kasih dia sebuah alamat namanya takethislollipop.com, untuk mainan. Di situs itu diberikan gambaran bagaimana seseorang memperhatikan profil facebook org lain, yang diilustrasikan dengan beberapa capturan dan profil kita. BAGUS! Menurut saya bagusnya karena itu hanya permainan teknologi. Tapi teman saya itu justru makin ketakutan (tapi tetep aja dia facebookan, haha!). Beberape rentet status 'ketakutan' tadi sampai penuh diwall-nya.

Hmm, sebegitu paranoidkah? Sebegitu pentingkah hingga harus merasa 'diinteli'? Kalau kasusnya seperti di awal saya ungkap (keluarga, anak, masalah pribadi, dll), mungkin ada yang salah dalam berkelakuan sehingga salting, jadinya khawatir ketahuan. :D

Daripada paranoidnya berlebihan, mungkin artikel berikut ini bisa jadi sedikit pencerahan, dan menjawab 'kekhawatiran' kebanyakan orang. Teman saya, kamu, bahkan saya juga pernah kok merasa begitu. Sekedar untuk mengurangi paranoid tadi, walau secara pribadi, bagi saya, SAH sah saja seseorang memakai nama lain di SocMednya, gak tampilin photo dia, gak mengungkap cerita pribadi dia, apapun alasannya. Bukan karena sok merasa diinteli, tapi karena memang cara mereka begitu dalam menjaga privacy mereka. Konsekuensinya? Gak diapprove pertemanan karena dianggap 'Hantu', bagi saya itu BUKAN MASALAH BESAR. :D Siapa situ? Pusat duniaaa? Haha!

Cekidot!



INI KERJA INTEL SEBENARNYA
oleh Fahmi Amhar

Tulisan ini saya buat untuk orang-orang yang "semi-paranoid", penakut sekali, karena menyangka Facebook ini alat intelijen sehingga menolak baik untuk menggunakan nama sebenarnya maupun mengisi data di Facebook dengan selengkapnya, apalagi ditambah foto diri. Mereka minta di-add, tetapi tidak equal (setara). Mereka mengenal kita (yang alhamdulillah profile-nya lengkap), tetapi kita tidak mengenal mereka. Wah, jadi rupanya kita diajak berteman dengan hantu ... :-)

Saya tahu sedikit-sedikit tentang cara kerja intelijen. Kalau anda ingin tahu lebih mendalam, banyak buku tentang itu, misalnya yang favorit saya adalah "By Way of Deception" karya Victor Ostrovsky. Bagaimana intelijen bekerja melalui dunia maya? Perlu kita ketahui, di dunia maya bersliweran triliyunan informasi setiap hari, baik melalui email, web, facebook, twitter, dsb. Sekalipun intelijen bisa menyadap semua jalur internet, tetapi terlalu banyak itu untuk dibaca semua oleh suatu dinas intelijen, sekalipun disana bekerja ribuan orang. Oleh karena itu, mereka tidak akan bekerja acak, tetapi dengan alur sistematika tertentu.

  1. Mereka hanya akan memonitor orang-orang yang dibidik dulu. Misalnya tokoh-tokoh politik. Mereka tidak akan buang waktu untuk menguntit anda yang hanya seorang mahasiswa / pemula, kecuali mereka tahu anda dekat dengan tokoh yang sedang dibidik. Orang-orang yang sudah biasa tampil di depan publik sebagai wakil dari suatu gerakan politik pastilah ada file-nya di kalangan intelijen. Kalau di Muhammadiyah: tokoh seperti Dien Syamsuddin, atau di HTI: tokoh seperti Ismail Yusanto, pasti ada filenya yang cukup tebal di intelijen. Sayapun, karena beberapa kali tampil sebagai pembicara di acara-acara yang berbau politik, meskipun sebagai akademisi, pastilah ada filenya di intelijen sana, bahkan saya yakin, file itu tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di-share di komunitas intelijen internasional.
  2. Mereka akan memonitor arus informasi dari dan ke tokoh-tokoh yang dibidik itu, untuk melihat pola. Ini ada teori dalam ilmu sosiometri, yaitu mengukur tingkat kedekatan antar manusia. Orang-orang yang memiliki kedekatan pastilah lebih tinggi frekuensi komunikasinya dibanding yang tidak. Jadi, kalau anda lebih sering membuka wall-saya, mengirim respon (komentar, thumb) atau message ke saya, atau bahkan mengirim e-mail ke saya, maka secara umum anda dianggap memiliki kedekatan dengan saya, sekalipun anda menggunakan nama palsu. Mereka tidak perlu tahu isi pesan kita, tetapi mereka tahu kita ini "dekat".
  3. Sulitkah melacak orang sebenarnya yang menggunakan nama palsu? SAMA SEKALI TIDAK SULIT. Ada teknologi yang disebut "Computer-Forensic". Setiap kita menggunakan komputer, kita pasti meninggalkan jejak. Jejak itu berasal dari IP-address dan CPU-ID komputer yang kita pakai. Karena itu, polisi bisa melokalisir posisi teroris, sekalipun mereka login dari warnet, kecuali kalau mereka setiap saat pindah warnet, dan memakainya tidak lebih dari 15 menit. Lima belas menit adalah waktu yang dibutuhkan polisi untuk bergerak menuju warnet tersebut, kecuali warnet itu diam-diam sudah dikepung. Demikian juga bila kita mengakses dari handphone. Sekalipun kita setiap saat berganti sim-card, dan registrasi dengan nama palsu, kalau kita memakainya agak lama, kita tidak terlalu sulit untuk dilokalisir.
  4. Jadi, menggunakan nama palsu tidak banyak menolong kalau anda sudah dibidik oleh intelijen. Tokoh-tokoh yang menyadari dirinya menjadi target, tidak akan menggunakan trik itu. Trik yang tepat adalah menggunakan teknologi enkripsi (persandian) setiap mereka mengirim pesan rahasia ke tokoh lain. Itu jika isi pesan itu memang rahasia. Kadang-kadang mereka menggunakan clear-text, tetapi menyamarkan beberapa kata tertentu, sehingga kalau disaring oleh mesin pencari, akan didapat terlalu banyak hasil sehingga tetap tidak menolong si intel itu. Bayangkan anda mencari kata "000" dengan Google, anda akan mendapat 2,5 Milyar hasil, yang sebagian besar jelas tidak relevan dengan yang anda cari.
  5. Adanya Google, Yahoo, Facebook, Twitter dsb memang memudahkan intelijen untuk mendapatkan gambaran profil seseorang yang pernah "go public". Tapi itu memang risiko bagi orang yang akan memunculkan gagasannya di ruang publik, dan menggunakan internet. Andai kata tidak ingin diprofil dengan mudah oleh intelijen ya caranya gampang juga: (1) jangan pernah memunculkan gagasan di ruang publik dalam bentuk apapun; (2) jangan pakai internet. Ini biasanya yang digambarkan di cerita-cerita pada tokoh-tokoh kunci sebuah Konspirasi Dunia, mereka yang menjadi otak intelektual justru tidak pernah dikenal orang dan tidak pernah pakai internet. Konon maximum hanya 3 orang yang mengenal sang Big-Boss ini secara langsung; Dan 3 orang itu harus siap untuk dibunuh kalau sampai tertangkap, untuk tetap menutup jalur ke Big-Boss.
Apakah anda berpikir anda sudah pantas jadi Big-Boss konspirasi dunia? Sehingga anda keberatan memberikan nama profile sebenarnya di Facebook? Tapi kalau anda bukan seperti itu, maka anda hanya seorang pengecut, yang sekali-sekali mungkin akan memunculkan komentar yang tidak bertanggungjawab melalui media ini...

Salam.

0 comments: